x

Marga Buay Takkhugak Secara Turun Temurun Masih Lestarikan Budandan Sebagai Tradisi Adat

waktu baca 3 menit
Kamis, 18 Nov 2021 17:16 0 92 Redaksi

TANGGAMUS, L86NEWS.COM – Adat Buay Takkhugak salah satu marga di Lampung yang masih menjaga tradisi adat secara turun temurun, seperti pada tradisi pernikahan pangeran marga atau ngakuk khatu, nyunat makhanai batin marga, prosesi adat sakral tersebut dilaksanakan dengan meriah.

Menjelang Nayuh Agung tersebut terlihat antusias dan ramainya para Penyimbang Suku dan Penyimbang Pengawa, hadir merias atau Budandan Gedung Marga Buay Takkhugak, untuk mendukung suksesnya acara yang akan dihelat pada Sabtu 27 November mendatang.

Selama dua hari, 14 penyimbang suku dan 19 penyimbang pengawa bergotong royong mempersiapkan perlengkapan menjelang acara nayuh agung marga tersebut, dimulai dari menghias gedung marga atau rumah pangeran, dan lainnya.

Pangeran marga buay takkhugak, gelar Pangeran Yaa Sangun Ratu Dua mengatakan, kegiatan budandan tersebut sudah menjadi tradisi adat secara turun temurun yang berlaku di marga buay takkhugak, 15 hari menjelang dilaksanakanya nayuh agung, ngakuk khatu, ataupun nyunat makhanai batin.

Para penyimbang suku dan pengawa akan bergotong royong mempersiapkan perlengkapannya. Mulai dari merias atau budandan gedung marga, dengan memasang lalidung dan tikhai pada dinding gedung, memasang laluhuk atau plafon dengan warna warni sesuai dengan urutan dan kebesaran pakaian penyimbang suku dan pengawa.

Selain merias gedung, didalam gedung juga dibuatkan Puade, Katibin, Ilat Marga Babai Bakas, Giwang Khatu, dan Khaddaian yang kesemuanya melambangkan keindahan, kebesaran, kebersamaan, mengayomi dan gotong royong, Jelasnya.

Adapun ranjang ratu atau Ilat Marga diruangan lapangan agung, tempat istirahat dan pakhwatinan khatu bersama para istri penyimbang suku dan pengawa berkumpul, kelama dan besan perempuan. Sementara Ilat Marga diruangan beranda merupakan tempat pakhawatin pangeran, bersama penyimbang suku dan penyimbang pengawa, kelama juga sabai laki-laki, jelasnya.

Kemudian dilanjut dengan prosesi pembuatan Juli yang dihiasan pakaian adat serba putih melambangkan status sosial dalam adat, yang nantinya akan ditempati pangeran dan khatu saat arak-arakan agung, juli tersebut diusung oleh orang kepercayaan penyimbang suku dan penyimbang pengawa.

“Dalam adat marga buay takkhugak, juli hanya bisa dipakai dalam acara adat agung pernikahan Makhanai Batin (Anak laki-laki pertama) dan Mulli Batin (Anak kedua perempuan), dan nyunat makhanai batin, artinya tidak semua penyimbang adat bisa memakainya,” Jelasnya. Kamis (18/11)

Ada juga Awan Gemisikh, yang akan ditempati tamu-tamu terhormat pangeran saat arak-arakan agung. Pada prosesi tersebut dibarisan depan ditampilkan seni bela diri Pitcak Khakkot, yang dikawal Hulu Balang bersenjatakan pedang dan tombak, sebagai upaya untuk mengamankan jalannya arak-arakan.

Selanjutnya dibarisan belakang, iring-iringan pasangan pengantin sebagai dayang-dayang, dari setiap penyimbang suku dan penyimbang pengawa. Disusul dengan arak-arakan seni budaya seperti, Talaga Khumung, Bardah, Hadra, yang dimainkan oleh orang dewasa, dan kesenian Khudat yang di mainkan oleh mulli makhanai.

Ditambahkannya, saat sang pangeran dan ratu mau berangkat arak-arakan sebelum menaiki Juli, pangeran dan ratu akan berjalan menginjak Jajjalan kain berwarna warni yang disiapkan penyimbang suku, dan penyimbang pengawa, begitu juga usai arak-arakan saat turun dari Juli akan memasuki gedung, katanya.

Setelah masuk gedung marga, pangeran dan ratu akan duduk dikursi (Katibin) akan dilakukan prosesi ngakhop akhop, sebelum keduanya naik dan duduk di kursi pelaminan atau kursi kebesaran Puade.

Sementara prosesi Daduwai, yang dilaksanakan satu hari sebelum tayuh agung, sang ratu diarak menuju kali atau way balak, dikawal oleh hulu balang dan diiringi dayang-dayang, disana ratu akan bulangikh atau penyucian diri sebelum dinobatkan menjadi ratu marga buay takkhugak.

Reporter : Suhaili

LAINNYA
x
x