
PURWOKERTO BARAT, L86News.com – Ada kisah unik dari seorang santri alumni Tegalrejo, Magelang, yang menempuh jalur pengabdian tak biasa. Umumnya, santri setelah pulang dari pesantren sibuk mengajar Al-Qur’an, mendalami kitab kuning, dan menghidupkan majelis taklim. Namun, Gus Fahim Sucipto, santri lulusan tahun 1999, memilih jalur pengabdian lewat dunia perbengkelan otomotif.
Saat ditemui awak media di bengkel sederhana miliknya, di Rejasari, Purwokerto Barat, pada Jumat sore (29/08/2025), Gus Fahim mengisahkan perjalanan batinnya. Ia lebih sering berkecimpung dalam perbaikan mesin mobil, motor, hingga kelistrikan, mulai dari genset hingga perangkat elektronik rumah tangga. Menurutnya, semua itu bukan sekadar pekerjaan, melainkan ladang amal dan wujud nyata mengamalkan ajaran para guru dan wasiat almarhum orang tuanya.
“Rangkaian kehidupan di dunia fana ini harus dijalani. Selama pekerjaan itu halal dan bisa membantu sesama, maka itu juga termasuk jihad lahir dan batin. Orang yang kesulitan karena kendaraannya mogok, mesin rusak, atau listrik bermasalah, ketika saya bisa membantu mereka, insyaAllah itu juga bernilai ibadah. Rezeki untuk saya, istri, dan dua putra saya sudah dijamin oleh Gusti Allah SWT, asalkan saya terus berdoa, berusaha, dan bekerja dengan ikhlas,” ungkapnya penuh keyakinan.
Meski sibuk berkutat dengan mesin, Gus Fahim tidak pernah kehilangan sisi santrinya. Suasana bengkelnya kerap diwarnai dzikir dalam hati, diselingi gurauan halus nan religius bersama sahabat, saudara, dan pelanggan. Canda tawanya bukan sekadar hiburan, melainkan cara halus untuk menggugah kesadaran, bahwa hidup ini sebaiknya dijalani dengan syukur, sabar, dan terus mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.
“Kadang ada mesin bandel susah dihidupkan, saya bilang ke teman: mungkin mesinnya juga butuh diajak istighfar dulu, biar hatinya adem. Dari situ kita ketawa bersama, tapi sambil ingat bahwa dzikir memang menenangkan hati. Jadi kerja pun bisa jadi ladang dakwah,” tutur Gus Fahim sambil tersenyum.
Baginya, humor bukan sekadar kelakar, melainkan cermin kearifan santri dalam membumikan nilai agama di tengah kehidupan sehari-hari.
Gus Fahim meyakini bahwa kebersamaan dalam bekerja adalah bentuk ta’awun (tolong-menolong dalam kebaikan) sebagaimana salah satu nasehat suwargi orang tuanya, yang selalu diingatnya,
“Dan harus rajin dan senang tolong – menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan disetiap kesempatan.” tandasnya.
Lebih jauh, Gus Fahim mengutip pesan Rasulullah SAW yang sangat menyejukkan,
“Tidaklah seseorang makan makanan yang lebih baik daripada makan dari hasil usahanya sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Dawud ‘alaihis salam makan dari hasil pekerjaan tangannya sendiri.” (HR. Bukhari)
Dengan prinsip itu, Gus Fahim meneguhkan tekad: bekerja halal, menolong sesama, tetap berdzikir, menghidupkan humor santri, dan menebar manfaat. Itulah jihad modern yang ia jalani dari rumahnya di Desa Baseh dan juga tempat tinggalnya di Kelurahan Rejasari, Purwokerto Barat.
Bagi Gus Fahim, bengkel bukan hanya ruang kerja, tapi juga medan dakwah. Setiap baut yang diputar, setiap mesin yang diperbaiki, setiap canda yang mengingatkan pada Allah SWT, semuanya adalah doa tak bersuara. Ia membuktikan bahwa santri bisa tetap menjaga ruh pesantren meski tak duduk di mimbar atau podium. Jalan bengkel pun bisa menjadi jalan menuju ridha Allah SWT.
Kontributor : Djarmanto – YF2DOI