JAKARTA, L86News.com – Kamis 17 November 2022 pukul 13:00 WIB s/d 17:30 WIB bertempat di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Penuntut Umum Kejaksaan Agung (Kejagung) menghadiri sidang.
Kali ini sidang atas nama terdakwa Idrasari Wisnu Wardhana, Pierrw Togar Sitanggang, Dr. Master Parulian Tumanggor, Stanley MA, dan terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei dengan agenda pemeriksaan saksi.
Perkara yang disidangkan adalah dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.
Saksi Jeffri Riadi menerang kan bahwa terhadap ke kurangan minyak goreng dari Permata Hijau Group (PHG) di ganti dengan uang terhadap minyak yang telah disalurkan oleh perusahaan PT Bina Karya Prima, dan hal tersebut tidak sesuai dengan kontrak antara PHG dan perusahaan PT Bina Karya Prima.
Adapun perusahaan PT Bina Karya Prima dalam mendistribusi kan minyak goreng merupakan milik perusahaan sendiri berjenis premium, namun diganti dengan curah oleh PHG dan PT Bina Karya Prima tidak mengeluarkan minyak karena harganya di bawah pasar.
Saksi Fricia Vony menerang kan bahwa PHG seharusnya mendistribusikan minyak goreng ke PT Bina Karya Prima sebanyak 12 000.000 Kg, tetapi hanya sebanyak 9.257.223 Kg. Sedangkan sisanya sebanyak 2.742.777 Kg dibatalkan dan uang pembayaran sudah dikembali kan ke PT Bina Karya Prima sebesar uang muka (Dp).
Untuk pemenuhan DMO yang kemudian dijadikan syarat permohonan Persetujuan Ekspor (PE) sebenarnya milik PT Bina Karya Prima sendiri tetapi setelah itu diganti. Adapun perusahaan PT Bina Karya Prima juga merupakan produsen yang melakukan ekspor untuk Persetujuan Ekspor (PE).
Namun PHG tetap bekerja sama dengan perusahaan PT Bina Karya Prima untuk memperoleh realisasi distribusi dikarena kan ada arahan terdakwa Idrasari Wisnu Wardhana dan terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei dari Mantan Menteri Perdagangan RI dan PHG tidak ada pemenuhan realisasi DMO 20 %.
Mengakui ada transaksi terhadap DMO minyak goreng hanya berdasar bukti money flow saja tetapi tidak diikuti dengan pendistribusian barang (Good Flow), minyak goreng tetap tersimpan di dalam gudang karena ada perjanjian dengan PT Bina Karya Prima terkait PT Bina Karya Prima menyalurkan barang milik PT Bina Karya Prima saja dulu dengan alasan bahwa perjanjian menggunakan sistem Free on Board (FoB).
Ia beralasan FoB itu barang yang ada di gudang sudah menjadi milik PT Bina Karya Prima dan mengatakan bahwa pengiriman barang dengan menggunakan kapal (shipping). Dengan FOB tersebut diakui ada ada 2 yaitu Free on Board shipping yaitu baru dikatakan sebagai milik pembeli jika sudah ada di kapal.
Sedangkan sistem Free on Board destination yakni peralihan barang jika sudah sampai di tujuan. Dalam hal ini pengiriman dengan kapal, sehingga minyak goreng masih tetap di Gudang dan tidak didistribusi kan, sehingga tujuan untuk DMO dan DPO tidak tercapai.
Saksi akhirnya mengakui bahwa Free on Board (FoB) yang dilakukan adalah Free on Board shipping dengan minyak goreng masih milik dari Permata Hijau Group, tetapi dibuat berdasarkan karena perjanjian saja.
Dengan alasan saksi melaku kan tindakan tersebut setelah mendengar arahan dari mantan Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dalam meeting zoom (dihadiri oleh terdakwa Idrasari Wisnu Wardhana dan terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei.
Dalam meeting di sampaikan agar minyak DMO dikirimkan saja dengan kerja sama dengan pihak lain, sehingga arahan tersebut diikuti oleh saksi guna mendapatkan persetujuan ekspor (PE) dan saksi tidak mengetahui kalau hal itu tidak dibenarkan.
Namun hanya berdasarkan arahan dari rapat zoom yang dihadiri oleh Mantan Menteri Perdagangan Muhamad Lutfi, Terdakwa Idrasari Wisnu Wardhana dan terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei serta diikuti oleh para pelaku usaha minyak goreng yang terdiri dari Produsen dan Distributor.
Atas pernyataan saksi Fricia Vony, terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei mengatakan berdasarkan rapat zoom, minyak goreng kosong dan distribusi terhambat agar diberi insentif kepada pengusaha minyak goreng terkait pemberian izin ekspor CPO-nya.
Terdakwa juga mengatakan rapat zoom itu menggunakan pedoman dashboard milik Kementerian Perdagangan RI yang bersifat rahasia. Selanjut nya terdakwa mengakui diri nya juga terlibat pembahasan kebijakan minyak goreng termasuk pembahasan kebijakan darurat minyak goreng.
Saksi Michael menerangkan bahwa PHG seharusnya mendistribusikan minyak goreng ke PT Bina Karya Prima sebanyak 12.000.000 Kg, tetapi hanya sebanyak 9.257.223 Kg. Sedangkan sisanya sebanyak 2.742.777 Kg dibatalkan dan uang pembayaran sudah dikembali kan ke PT Bina Karya Prima sebesar uang muka (Dp).
Untuk pemenuhan DMO yang kemudian dijadikan syarat permohonan Persetujuan Ekspor (PE) sebenarnya milik PT Bina Karya Prima sendiri tetapi setelah itu diganti. Adapun perusahaan PT Bina Karya Prima juga merupakan produsen yang melakukan ekspor untuk Persetujuan Ekspor (PE).
Namun Permata Hijau Group (PHG) tetap bekerja sama dengan perusahaan PT Bina Karya Prima untuk memperoleh realisasi distribusi dikarenakan ada arahan terdakwa Idrasari Wisnu Wardhana dan terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei
Arahan tersebut dari Mantan Menteri Perdagangan RI dan bahwa PHG tidak ada pemenuhan realisasi DMO 20 % dan minyak yang di distribusi kan kepada PT Bina Karya Prima oleh PHG adalah minyak milik PT Bina Karya Prima.
Saksi Tukiyo menerangkan bahwa terhadap kekurangan minyak goreng dari PHG di ganti dengan uang terhadap minyak yang telah disalurkan oleh perusahaan PT Bina Karya Prima, dan hal tersebut tidak sesuai dengan kontrak antara PHG dan perusahaan PT Bina Karya Prima.
Adapun perusahaan PT Bina Karya Prima dalam mendistribusikan minyak goreng merupakan milik perusahaan PT Bina Karya Prima sendiri berjenis premium, namun diganti dengan curah oleh Permata Hijau Group (PHG).
Mengakui bahwa menghadiri pertemuan dengan terdakwa Idrasari Wisnu Wardhana dan terdakwa Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei serta pengusaha lainnya di Kementerian Perdagangan RI untuk membahas masalah Persetujuan Ekspor (PE).
Saksi Kenedy menerangkan bahwa selaku distributor minyak membenarkan terdapat kerja sama dengan PHG, namun terdapat pembatalan kontrak sehingga tidak ada realisasi minyak goreng kepada saksi sebesar 50 ton.
Saksi Andry Tanudjadja menerangkan bahwa tidak terdapat realisasi dari PHG dengan PT. Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Sidang akan kembali dilanjut kan pada Senin 28 November 2022 pukul 09:00 WIB dengan agenda pemeriksaan saksi.
Reporter : K.3.3.1