LAMPUNG TENGAH, L86News.com – Upaya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lampung Tengah untuk mengentaskan kemiskinan nampaknya belum cukup merata ditengah masyarakat. Buktinya, masih ada warga miskin yang sehari-hari hidup serba kekurangan, tapi tidak tersentuh bantuan pemerintah.
Cita-cita pemerintah pusat untuk mensejahterakan rakyat miskin, masih jauh dari harapan karena kurang tepatnya penerima bantuan sehingga bantuan yang dikuncurkan justru tidak menyentuh rakyat miskin.
Contohnya seperti Slamet (62). Salah satu warga miskin yang tinggal di Dusun Bumi Asri, RT 007 RW 004, Kampung Bandar Sakti, Kecamatan Terusan Nunyai, Kabupaten Lampung Tengah ini menjadi bukti nyata kurang tepatnya sasaran bantuan pemerintah.
Padahal banyak program untuk kelurga miskin dengan kucuran uang yang tidak sedikit dikampanyekan pemerintah. Dari pusat hingga daerah, para pejabat berkampanye bahwa mereke serius menangangi kemiskinan. Sayangnya, Slamet tidak masuk dalam daftar orang miskin yang layak dibantu.
Alhasil, Slamet pun sama sekali tidak pernah tersentuh bantuan pemerintah penerima manfaat Program Keluarga harapan (PKH), Rumah Tidak Layak Huni (RTLH), bantuan langsung atau bantuan nontunai, maupun bantuan lainnya.
Meskipun program pemerintah yang mengatasnamakan kemiskinan sering digembar-gemborkan, namun keberadaan Slamet dan istri seolah tidak diakui oleh pemerintah.
Nama Slamet dan istri tidak pernah masuk dalam daftar warga penerima bantuan apa pun dari pemerintah. Padahal ada Program Keluarga Harapan (PKH) atau program bedah rumah. Namun, meski secara fisik rumah Slamet tidak layak huni, keluarga ini tetap lolos dari bantuan tersebut.
Ironisnya, warga di sekitar lingkungan tempat tinggalnya yang ekonominya lebih mapan justru malah mendapat bantuan dari pemerintah. Kehidupan mereka jauh lebih baik dibanding Slamet, tapi malah mereka yang dapat bantuan lewat PKH.
Karena hidup di bawah garis kemiskinan dan harus berupaya sendiri tanpa bantuan pemerintah, Slamet dan istri hampir setiap hari hanya makan nasi dan tempe orek. Makanan sehari-hari mereka sangat jauh dari standar gizi.
Saat Liputan86 berkunjung ke rumahnya, Slamet yang sudah memasuki usia senja itu terlihat hanya tinggal bersama istri bernama Sarofah (60). Mirisnya, istri Slamet itu ternyata juga sudah tidak bisa beraktivitas akibat penyakit Stroke yang di deritanya sejak 2 tahun lalu.
Slamet tinggal di rumah yang hanya berukuran kurang lebih 6×9 meter. Kondisi rumahnya sangat memprihatinkan, dinding rumah terbuat dari bilik bambu dan sudah banyak yang lapuk. Bagian atapnya genting tua dan selalu bocor saat hujan turun.
Slamet menceritakan, sejak tahun 2016, ia tinggal dirumah itu hingga saat ini. Pernah dapat bantuan sekali waktu covid dan setelah itu tidak pernah lagi. Ia pun tahu ada bantuan PKH, bedah rumah, bantuan langsung atau nontunai dan lainnya, tapi ia tidak pernah mendapatkannya.
“Selama kurang lebih 7 tahun hingga sekarang ini, atau selama saya tinggal bersama istri saya di sini, belum pernah saya dapat bantuan dari pemerintah dalam bentuk apa pun,” ungkapnya
“Yang membuat saya sedih, kalau saya sakit ditambah lagi istri juga sakit. Berobat kalau ada uang. Terkadang untuk makan saja susah,” tuturnya, sembari menitikkan air mata.
Slamet menuturkan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, ia hanya mengandalkan dari jualan jamu keliling, Pekerjaannya ini, sudah sejak lama ia tekuni demi untuk menyambung hidupnya.
“Kerjaan sehari-hari hanya jualan jamu keliling, penghasilan yang saya dapat dalam sehari Rp 30 ribu hingga Rp 49 ribu. Tapi itu juga tidak bisa dipastikan ”ujarnya.
Menurutnya, penghasilannya tersebut sebenarnya jauh dari kata cukup untuk memenuhi kebutuhannya bersama istri tercinta. Terlebih lagi, ia harus harus mengurus istrinya yang sedang menderita stroke.
Dalam kondisi penuh keterbatasan, berbagai cara Slamet lakukan untuk mengatur keuangan agar bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Slamet juga selalu mengutamakan hal-hal terpenting untuk istrinya. Seperti membeli beras, memasak, mencuci, dan kebutuhan lainnya.
Slamet pun berharap, pemerintah bisa lebih bijaksana dalam menurunkan bantuan, sehingga bantuan yang disalur kan benar benar diterima oleh orang yang berhak dan sangat membutuhkan.
“Ya kalau dibilang miris ya mirislah mas. Tapi mau gimana lagi. Saya berharap, pemerintah mulai dari pusat hingga ke desa tidak pilih kasih dalam mendata warga tidak mampu dan memberikan bantuan,” harapnya