TANGERANG, L86News.com – Dalam upaya mewujudkan lingkungan akademik yang aman dan bebas dari kekerasan seksual, Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDikti) bersama Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Multimedia Nusantara (UMN) dan Politeknik Multimedia Nusantara (PMN) menggelar pertemuan koordinasi dan pembekalan rutin bagi Ketua Satgas PPKS di lingkungan LLDikti wilayah III.
Dalam acara ini, dilakukan penandatanganan pakta integritas serta pembacaan deklarasi yang dipimpin oleh Budi Santoso, Ketua Senat UMN, kepada seluruh dosen dan staf UMN.
Langkah ini diinisiasi oleh UMN sebagai bagian dari komitmennya untuk pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, serta diharapkan dapat mengajak seluruh satgas PPKS PTS di lingkungan LLDikti Wilayah III bersama-sama menyuarakan pentingnya isu ini.
Acara ini dihadiri oleh jajaran LLDikti, rektorat UMN, serta perwakilan dari 148 institusi pendidikan di wilayah LLDikti III. Prof. Dr. Toni Toharudin, S.Si., M.Sc., Kepala LLDikti wilayah III, menekankan pentingnya percepatan pembentukan satgas PPKS di seluruh Perguruan Tinggi Swasta (PTS).
Hingga saat ini, baru sekitar 50% PTS yang memiliki satgas PPKS. Ia juga menyampaikan bahwa LLDikti telah menetapkan strategi untuk mendukung percepatan ini, termasuk evaluasi terhadap Kartu Indonesia Pintar (KIP) serta penundaan kenaikan pangkat untuk dosen yang berasal dari PTS yang belum membentuk satgas PPKS bagi PTS yang belum memiliki Satgas PPKS.
Sebagai tuan rumah, Rektor UMN, Dr. Ninok Leksono, M.A. menegaskan bahwa kasus kekerasan seksual merupakan hal yang harus diperhatikan dengan serius. Hal ini selaras dengan UMN yang telah mengambil langkah tegas dengan membentuk satgas PPKS.
“Saya berharap melalui acara seperti ini bapak dan ibu dapat terinspirasi bagaimana menciptakan ruangan yang aman tapi juga sekaligus memiliki pengetahuan mengenai satgas untuk menangani permasalahan yang ada,” ungkap Dr. Ninok.
Hadir dalam acara ini, Dr. Chatarina Muliana Girsang selaku Inspektorat Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) juga memberikan pernyataannya.
Ia menegaskan bahwa mengatasi kasus kekerasan seksual bukanlah hal yang mudah. Dr. Chatarina menyoroti dari perancangan regulasi hingga implementasinya, akan banyak tantangan dan harus dihadapi karena ini merupakan komitmen yang memerlukan waktu dan usaha yang besar.
“Kami sangat mengapresiasi peran institusi dalam upaya pencegahan kekerasan seksual ini, karena pemerintah memiliki visi pendidikan nasional yang tidak hanya menekankan kecerdasan intelektual, tetapi juga kesehatan mental anak bangsa,” jelas Dr. Chatarina.
Ia menambahkan, pembentukan satgas PPKS merupakan bagian dari program pemerintah untuk mencegah terjadinya salah satu dosa besar pendidikan, yaitu kekerasan seksual.
Pemerintah terus berupaya mengembangkan dan menerap kan kebijakan-kebijakan untuk memfasilitasi langkah-langkah satgas PPKS.
“Kemendikbudristek menjamin ketersediaan ruang komunikasi bagi perguruan tinggi yang ingin berdiskusi,” tegas Dr. Chatarina.
Di sesi kedua, panitia menghadir kan Nathanael, E. J. Sumampouw, M.Psi., Ph.D., seorang psikolog forensik, yang menjelaskan teknik investigasi bagi pelaku dan korban dari perspektif korban.
Ia menegaskan bahwa dalam proses wawancara, sangat penting untuk tidak menghakimi korban. Penanya harus mengutamakan pendengaran aktif terhadap cerita korban dan memberikan ruang yang terbuka bagi mereka untuk berbicara.
“Dalam mengumpulkan informasi, kekuatan memori korban menjadi kunci, oleh karena itu, penting bagi korban untuk merasa nyaman dan tidak terbebani dalam memberikan pernyataan mereka,” terang Nathanael.
Ia menambahkan, ketika melakukan investigasi terhadap pelaku, penanya perlu memahami keterkaitan hubungan antara pelaku dan korban, serta mengajukan pertanyaan dengan cara yang terbuka dan tidak menyalahkan, sehingga pelaku tidak merasa terdesak atau melakukan perlawanan.
Ketua Satgas PPKS, Intan Primadini, S.Sos., M.Si., menegas kan UMN menganggap penanganan kasus kekerasan seksual sebagai prioritas yang harus diperhatikan.
UMN telah melakukan berbagai langkah dalam menangani dan mencegah kekerasan seksual di lingkungan kampus. Melalui kegiatan pembekalan dan seminar. UMN berupaya mencipta kan ruang yang aman dan relasi yang sehat bagi seluruh warga kampusnya.
Inisiatif tersebut mencakup pembekalan mengenai kesetaraan gender, teknik investigasi, dan melibatkan mahasiswa dalam peran aktif sebagai anggota satgas PPKS.
“Satgas PPKS secara rutin mengampanyekan informasi edukatif dan memberikan panduan mengenai cara pelaporan kasus kekerasan seksual, sehingga meningkatkan kesadaran dan keterlibatan seluruh elemen kampus dalam pencegahan dan penanganan masalah tersebut,” ujar Intan.
Dalam acara pembekalan ini, di adakan sesi Focus Group Discussion (FGD) sebagai platform untuk berdiskusi tentang tantangan dan solusi terkait pembentukan satgas PPKS.
Melalui FGD ini, perwakilan dari berbagai perguruan tinggi berbagi pengalaman dan belajar dari satu sama lain. Hasil dari FGD ini kemudian dijadikan sebagai bahan diskusi bagi LLDikti dan Kemendikbudristek dalam mengembangkan strategi penanganan dan pencegahan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.
Acara ini menjadi langkah nyata dalam upaya bersama untuk menangani dan mencegah kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi. Dengan kolaborasi antara LLDikti, perguruan tinggi, dan kementerian, diharapkan hasil dari seminar dan FGD ini akan menjadi landasan bagi implementasi kebijakan yang lebih efektif dan komprehensif di masa depan.
Reporter : Toni