PALANGKA RAYA, L86News.com – Situasi politik di Kalimantan Tengah (Kalteng) beberapa waktu ini terlihat mulai memanas. Bagaimana tidak, Partai Keadilan Sejahtera atau PKS mulai mengambil langkah serius dengan mencoba merebut dominasi partai penguasa yang ada.
Konsolidasi akbar yang digelar pada Sabtu-Minggu, 29-30 Juli 2023 kemarin memberikan sinyal bahwa PKS sudah siap untuk menghadapi kontestasi politik di pemilu 2024 mendatang, tentunya dengan konsep dan strategi yang lebih fresh dan matang.
Sirajul Rahman, Ketua DPW PKS Kalteng dalam sambutannya menyampaikan jika acara ‘Commander’s Call’ yang dilaksanakan di Kota Palangka Raya ini merupakan bagian dari koordinasi dan komunikasi partai politik guna merumuskan konsep dan arah pergerakan partai ke depannya.
“Kita berkumpul disini salah satunya untuk memperkuat pengaruh kita di setiap daerah. Koordinasi dan komunikasi terus kita lakukan untuk mengoptimalkan potensi-potensi kemenangan di setiap daerah yang ada,” ujar Sirajul menjelaskan.
Ia menegaskan jika PKS sendiri sudah siap untuk berebut simpati dan pengaruh dengan partai politik lain di 13 kabupaten dan 1 kota yang ada. “Harapan kita adalah setiap daerah ada perwakilan dari partai PKS, dan kita berusaha untuk saling melengkapi,” lanjutnya.
Disisi lain, Dikki Akhmar yang merupakan caleg DPR RI nomor urut 1 dari partai PKS dapil Kalteng menyampaikan jika dirinya yakin jika tingkat kesadaran masyarakat akan politik yang bersih dan sehat mulai meningkat seiring dengan pendidikan masyarakat yang membaik.
“Saya yakin masyarakat kita saat ini sudah cerdas dalam memilih. Politik uang itu bukan solusi kalau kita ingin perubahan. Kalau kita selalu memilih karena ada uangnya, sama saja kita menjual diri kita. Wajar, nanti banyak aturan yang merugikan kita,” pungkas Dikki Akhmar.
Ia melanjutkan jika pemerintahan yang baik berawal dari sistem pemilihan yang baik pula. Jika sistem pemilihan memiliki cacat dalam prosesnya, maka tidak menutup kemungkinan akan menghasilkan pemerintahan yang bermasalah ke depannya.
“Kenapa korupsi tidak bisa hilang? Karena mayoritas pejabat itu lahir dari rahim politik uang. Mental masyarakat yang memilih karena faktor uang, justru melahirkan pejabat-pejabat yang berorientasi pada keuntungan pribadi dan bukan kepentingan rakyat,” lanjut Dikki Akhmar.
Sehingga menurut Dikki Akhmar, solusi untuk menghadapi ‘budaya kotor’ dalam sistem pemilu di Indonesia adalah dengan menyudahi praktek money politic yang sudah mengakar. Meskipun lanjutnya hal itu sulit dilakukan tanpa adanya kesadaran kolektif yang terbentuk di masyarakat.
“Tidak semua caleg atau pejabat itu jelek, pasti ada dari mereka yang punya niat tulus untuk mengabdi pada masyarakat. Tapi mereka sering kali terhalang oleh masalah dana dan tuntutan politik uang di masyarakat. Maka ayo kita beri mereka kesempatan, agar mereka juga bisa membangun daerahnya menjadi lebih baik,” tutup Dikki Akhmar.
Reporter: Aris Kurnia Hikmawan