JAKARTA, L86NEWS.COM – Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jam Pidum) Dr. Fadil Zumhana melakukan ekspose dan menyetujui 2 Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Ekspose dilakukan secara virtual dihadiri Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana, Koordinator Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat dan Para Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat Oharda.
Adapun 2 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut:
Tersangka Abd Rahman Dg Nonton alias Daeng Nyempa dari Kejaksaan Negeri Pasangkayu yang disangka melanggar Kesatu Primair Pasal 44 Ayat (1) subsidiair Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau Kedua Pasal 351 KUHP.
Tersangka I Mairizal Pgl. SI Zal dan tersangka II Rando Sony Putrasma Pgl dari Kejaksaan Negeri Tanah Datar yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) jo. 55 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain kepada :
Para tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana atau belum pernah di hukum. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatan nya. Proses perdamaian di lakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi.
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar.
Dalam perkara tersangka Abd Rahman Dg Nonton alias Daeng Nyempa, antara tersangka dan korban merupa kan pasangan suami-istri dan memiliki 10 orang anak.
Pertimbangan sosiologis,masyarakat merespon positif.Jam Pidum mengatakan, setiap pagi Kejaksaan berupaya memberikan keadilan dan ternyata di rasakan masyarakat, dan dirinya melihat keadilan restoratif (restorative justice) semakin diminati karena manfaatnya memberikan keadilan bagi masyarakat.
Di jelaskan Jam Pidum, penegakan hukum sebenar nya dikatakan berhasil ketika berdampak positif tidak hanya bagi Kejaksaan tetapi bagi masyarakat, serta bermanfaat bagi masyarakat dalam melanjutkan kehidupan berikutnya.
“Jangan sampai hukum yang di keluarkan justru menimbul kan dampak negatif bagi Kejaksaan dan bagi orang yang menjadi korban kejahatan. Jaksa harus memiliki kasih sayang kepada rakyatnya,” ujar Jam Pidum.
Jam Pidum mengatakan, pijakan hukum Jaksa dalam melaksanakan keadilan restoratif (restorative justice) yaitu sebagaimana dimaksud Pasal 139 dan Pasal 140 Ayat (2) KUHAP dimana Jaksa memiliki kewenangan dominus litis yaitu Jaksa dapat menghentikan perkara.
Dan dalam Pasal 30C butir (d) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI yang mengatur mediasi penal (penyelesaian perkara di luar persidangan).dan juga sebagai Jaksa harus mempedomani filosofi Satya Adhi Wicaksana dimana “Wicaksana” yang memiliki arti bijaksana sehingga Jaksa harus bijaksana dalam mengupayakan dan mengambil keputusan pemberian keadilan restoratif.
Selanjutnya, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) berdasar Keadilan Restoratif, sesuai Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif dan Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Nomor 01 tanggal 10 Februari 2022, sebagai perwujudan kepastian hukum.
Reporter : Simon Petrus